In Travel

Short Escape to Gorontalo


Tahun 2020 baru berjalan beberapa bulan tapi sudah memberikan cukup banyak kejutan. Baru diterima kerja di penghujung tahun lalu dan kini saya mendapat kesempatan untuk melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Tak tanggung-tanggung, saya langsung pergi ke luar Pulau Jawa yang cukup asing, yang sebelumnya saja tidak pernah saya bayangkan dan imajinasikan dalam pikiran. Ya, Februari 2020 saya pergi ke Gorontalo. 

Saya pergi selama 3 hari 2 malam, di mana 2 harinya saya habiskan untuk bekerja dan 1 harinya untuk bersantai. Kesan pertama saya tentang Gorontalo adalah kota pesisir yang terlihat sepi tapi ternyata ramai. Perbedaan jelas sekali terlihat saat saya mendarat di Bandara Jalauddin, di mana suasana bandara tidak seramai bandara-bandara yang ada di Pulau Jawa. Saat keluar dari bandara melewati Monumen B.J.Habibie dan jalan beberapa saat, jalanan masih tetap terlihat lenggang. Mayoritas rumah penduduk yang ada di kiri kanan pun tampak beratapkan seng dan banyak becak motor berseliweran. Keramaian baru benar-benar saya temui ketika masuk di pusat kota, di mana terdapat Sungai Bone yang membentang di sepanjang kota ini.

Gorontalo terkenal dengan makanan seafood, ladang jagung, seabrek durian, dan mayoritas penduduk muslimnya. Jeda masjid  satu dengan masjid lainnya sangat dekat karena hampir setiap wilayah memiliki masjidnya masing-masing. Area persawahan atau ladang di pedesaan tidak terlihat hijau, melainkan berwarna kuning karena dipenuhi oleh jagung. Selain itu, banyak penjual durian di sepanjang jalan yang menawarkan harga yang beda dari biasanya saat saya makan durian di Jawa. Saya ingat sekali satu rombongan makan sekitar belasan durian dan dihargai hanya 200 ribu rupiah. Banyak juga rumah makan yang menyajikan ikan sebagai menu utama andalannya. Saat saya mampir di salah satu rumah makan, saya memesan tuna bakar yang rasanya masih terngiang-ngiang sampai sekarang dengan hanya seharga 30 ribu rupiah. Saya juga mengunjungi Rumah Makan O'hara yang terkenal, yang berada di tepi Sungai Bone pada saat malam hari dan memakan sate tunanya. Rasa dan suasananya benar-benar tidak bisa saya lupakan.

Di hari terakhir saya baru mendapat kesempatan untuk berwisata mengunjungi Objek Wisata Hiu Paus Botubarani, di Kabupaten Bone Bolango. Jalanan yang berada di tepi pantai dengan perbukitan di sisi lainnya tak henti-hentinya membuat saya takjub. Pemandangan yang saya lihat seperti Highgarden dalam serial Game of Thrones. Saya pergi pagi sekali sesuai rekomendasi Pak Pipit selaku pemandu perjalanan demi mendapatkan ombak laut yang masih tenang.




Untuk melihat hiu, kami perlu membayar uang sebesar 80 ribu rupiah untuk menyewa 1 kapal. Kapal bisa diisi 3 orang termasuk bapak-bapak yang mengemudikan dan memberi makanan pemancing hiu paus untuk datang. Awalnya saya takut karena wujud kapal yang kecil akan terguncang saat bertemu dengan tubuh hiu paus,ternyata tidak sama sekali. Hiu paus yang lewat di bawah kapal cukup tenang dan tidak barbar. Bahkan ada opsi lain selain naik kapal, yaitu pengunjung dapat berenang/diving langsung bersama hiu paus.

Dulunya wilayah ini adalah tempat kapal nelayan ikan berlabuh. Namun, pada suatu waktu para nelayan dikejutkan dengan kemunculan hiu-hiu paus ke tepi air secara tiba-tiba. Usut punya usut hiu paus ini datang akibat efek limbah kulit udang yang banyak dibuang oleh pelaku bisnis di sekitar perairan. Ya, makanan kesukaan hiu paus adalah limbah kulit udang. Mereka tidak terprovokasi oleh darah dan daging seperti hiu-hiu seram yang selama ini kita lihat. Bapak nelayan memberikan kulit udang untuk memancing hiu paus ini agar mendekat ke arah kapal kami.









Saya mengabadikan pemandangan laut yang tidak biasa ini. Walau hanya sebentar di sela-sela kunjungan kerja, saya merasa sangat beruntung dapat menikmati suasana di tepi laut ini naik kapal, memberi makan dan melihat hiu paus. Apabila ada kesempatan lain saya tidak akan menolak untuk berkunjung lagi ke Gorontalo.












Related Articles

0 comments:

Posting Komentar